Aliran Seni Rupa

 


 

1. Batasan Pengertian Aliran dalam Seni Rupa

Aliran, gaya, isme, mazhab, dan paham, adalah sebutan-sebutan yang kerap dipakai dalam seni rupa. Aliran, selanjutnya kata ini dipilih sebagai kata yang mewakili gaya, isme, mazhab, maupun paham dalam bahasan tulisan ini.

seni adalah gambaran pikiran dan perasaan senimannya, maka tak ada satu karya senipun yang steril dari pikir, rasa, dan kesadaran lingkungan seniman pelakunya. Secarakasat mata, aliran itu bisa diibaratkan sebuah pakaian. Seseorang yang berpakaian “terbuka” (periksa kembali pendekatan psikologi Jung), dia akan menggambarkan keterbukaan pikiran tersebut di dalam karyanya.

Sejalan dengan ciri masyarakat modern Barat pada saat aliran-aliran itu mulai muncul, banyak seniman yang kemudian berganti-ganti aliran sesuai dengan pola dasar pencarian yang tanpa henti. Pablo Picasso, misalnya, salah seorang pelukis Barat terkenal, gaya lukisannya berulang kali berubah hingga dia menenukan aliran yang paling mantap untuk ciri dirinya: aliran kubis (cubisme). Di Indonesia, misalnya pelukis Affandi, pada periode melukis tertentu dia menggunakan gaya naturalistis untuk melukis tokoh-tokoh yang dekat dengannya, ibu misalnya. Tetapi kemudian Affandi berubah menjadi expressionist seperti Oskar Kokoschka atau Vincent van Gogh.

Dalam dunia seni rupa, yang paling cepat mengalami perubahan adalah seni imba (representational art), seperti seni lukis, seni patung, dan seni grafis, dibanding seni bangun. Seni bangun berubah mengikuti permintaan pasar. Sementara itu, seni imba, karena terkait dengan kebebasan pribadi, seni yang mewakili gambaran pribadi senimannya, lebih bebas mengalami perubahan sejalan dengan keinginan masing-masing pribadi seniman. Oleh karena itu, alirn yang muncul ke permukaan, baik sebagai bentuk reaksi terhadap keadaan tertentu maupun sebagai gambaran zaman, banyak sekali kita temukan dalam seni imba tersebut. Beberapa aliran seni bangun sempat berpengaruh terhadap para seniman, tetapi pengaruh tersebut tidak seperti yang muncul dalam pengaruh seni imba.

 

2. Aliran - Aliran Seni Rupa Modern

Pada pertengahan abad ke-19 muncul berbagai aliran yang menyertakan kata neo, karena kejenuhan, kebuntuan, setelah mengalami klimaks pada masa Barok. Setelah masa Barok lahirlah masa pengaruh Rococo. Kebaruan-kebaruan mulai digali oleh para seniman untuk menemukan susana segar. Kelahiran Neo Gothic, Neo Renaissance, dan Neo Barok merupakan upaya mengubah kondisi tesebut. Seni patung, pada permulaan abad ke-19, belum mengalami perubahan seperti seni bangun. Baru pada akhir perempat abad ke-19, jenis seni rupa ini mulai mendapatkan nafas baru hasil pengaruh Impressionisme dan Realisme. Pada masa itu dikenal nama Antonio Canova (pematung Italia) dan Auguste Rodin (pematung realis dari Perancis). Dalam bidang seni lukis dikenal Jaques Louis David sebagai pelukis istana Napoleon dan J.A.D. Ingres, muridnya.

“Di antara perkembangan yang paling khas dalam abad sembilan belas (dalam batas tertentu di abad dua puluh) ialah sikap para seniman yang terus-menerus berusaha mencari gaya baru di tengah-tengah gaya masa lampau yang hadir di tempat sendiri, dan gaya masa kini yang terdapat di tanah asing. Mereka ingin mencari wahana yang cocok bagi penyaluran daya cipta mereka. Karena gaya neoklasisisme yang semula mapan itu dianggap tidak cocok lagi untuk mengungkap gejolak batin yang kuat, seniman yang mengutamakan kebebasan (individualistic) beralih pada bentuk yang lain. Di bangsal Museum Lovre yang baru dibuka pada awal abad sembilan belas (semula adalah tempat tinggal raja), mereka berkenalan dengan kekayaan adikarya (masterpiece) masa lampau dan seni rupa garib (exotic). Kecuali seni primitif dan prakoloni Amerika, hampir semua gaya masa lampau terdapat di museum itu dan merupakan sumber pertolongan dan sumber ilham yang utama bagi para seniman” (Sakri, ibid. hal. 3).

2.1 Neoklasisime

Seni yang bermutu adalah seni Renaissance (dengan tokohtokohnya Michael Angelo, Leonardo da Vinci, dan Raphael). Istana sebagai pelindung, sepenuhnya menentukan tema apa yang harus dibuat oleh senima, terutama temalingkungan istana dan mitologi Yunani.

Istilah Neoklasisime berarti “berpedoman kepada seni klasik dan mitologi Yunan”. Aliran ini adalah aliran yang resmi dianut dan dilindungi oleh istana. Seniman yang bekerja di luar istana biasanya merupakan seniman muda, dengan sendirinya memiliki pemikiran dan sikap tanggapan yang lain. Mereka menganggap seni yang dilindungi istana tadi tidak menunjang gejolak revolusi yang sedang berlangsung. Jadi, mereka menolak tema istana dan mitologi Yunani.

Aliran Neoklasisisme ini berpusat di kerajaan Perancis. Raja Louis XVI adalah raja pelindung utamanya. Tokoh utama seniman Neoklasisisme adalah Jaques Louis David. Lukisan Odalisque karya Ingres (salah seorang murid David) adalah lukisan yang terkenal dari aliran ini.

2.2 Romantisme

Aliran ini lebih banyak menampilkan gambar kejadian yang dahsyat, penuh hayal, dan gejolak perasaan. Aliran ini merupakan aliran anti-klasik dan anti-renaissance. Hal-hal yang fantastik atau tentang kejadian-kejadian masa kuno, dan petualangan, merupakan ciri yang digambarkan dalam lukisan-lukisan aliran ini. Gerakan Raomantisme dimulai di Inggris. Di Perancis, romantisme sangat kuat mempengaruhi seni bangun. Aliran ini sangat jelas meng-ambil unsur seni Romawi dan Yunani yang diungkapkan secara romantis. Aliran ini lebih cenderung mengedepankan watak seniman ketimbang hal-hal teknis.

Gericault dan Delacroix adalah penganut romantisme. Dengan surutnya kekuasaan istana, surutlah pengaruh Neoklasisisme, yang mengangkat posisi Romantisme menjadi aliran yang sangat berpengaruh, terutama pada zaman Revolusi Perancis. Di akademi, setelah masa Romantisme, orang berpendapat bahwa lukisan yang baik harus mengambil subjek yang baik. Subjek seperti pekerja dan petani hanya cocok untuk lukisan genre dalam tradisi lukisan Belanda.

2.3 Realisme

Setelah Revolusi Perancis, orang tidak lagi menyukai hal-hal yang mendebarkan. Orang mulai lagi menginginkan hal-hal yang wajar. Ini melahirkan aliran baru, Realisme.

Tokoh Realisme adalah Gustave Courbet, yang akhirnya mendapat kemasyhuran seperti yang sekarang dialami Picasso. Sebelumnya, orang melukiskan “gambar hayalan”. Tetapi Courbet betul-betul menggambarkan suatu kenyataan yang terjadi sehari-hari. Lukisan Courbet yang menghebohkan adalah yang berjudul “Penguburan di Ornan” dan “Pkerja Batu”. Awalnya, lu-kisan gaya Courbet ditentang. Kemudian dia mengadakan pameran tunggal Le Realisme, G. Courbet. Dan, Courbetlah yang kemudian memberi nama gaya lukisan seperti yang dibuatnya dengan sebutan Realisme.

Dengan munculnya kebiasaan melukis kehidupan sehari-hari, yaitu kehidupan orang yang nya-ta, maka dituntut penggambaran latar belakang yang alami juga. Oleh karena itu, pelukis-pelukis pada masa itu, akhirnya merasa tidak puas dengan kebiasaan yang telah mereka jalani. Mereka mulai melukis di luar studio. Mereka mengamati alam dan pemandangan. Mereka merupakan pelukis yang menggambarkan alam secara nyata. Bahkan, di antara mereka ada yang kemudian mengkhususkan diri melukis pemandangan.

2.4 Impressionisme

Kebiasaan melukis di luar studio ditentang oleh masyarakat, karena dianggap sangat ceroboh dan lukisannya dianggap belum selesai. Tetapi, para pelukis telah menganggap selesai lukisan yang mereka buat. Lahirlah lukisan yang tampilannya hanya menggambarkan kesan (l’impression) saja, seperti yang ditulis oleh seorang kritikus yang membahas pameran Mo-net. Hal itu melahirkan sebutan yang akhirnya menetap sebagai nama aliran baru: Impressionisme, yang awalnya sebagai nama ejekan! Dalam tahun 1863 kaum akademik menolak untuk memamerkan karya Eduard Manet dalam pameran resmi yang disebut Salon. Tetapi, para penguasa saat itu malah memamerkan lukisan Manet yang ditolak oleh para juri itu, dengan sebuah pameran khusus yang disebut “Salon Lukisan yang Ditolak”. Pameran tersebut mendapat perhatian pengunjung, tetapi sekadar menertawakan “orang yang baru belajar melukis, yang menentang putusan para seniman yang baik”.

Tokoh-tokoh terkenal yang terkait dengan impressionisme antara lain: Eduard Manet, Claude Monet, Auguste Renoir, Edgar Degas, Camille Pissarro, dan Alfred Sisley.

2.5 Post Impressionisme

Pada saat Impressionisme telah diterima oleh masyarakat dan sebagain besar kritikus, sejumlah pelukis (terutama angkatan muda) merasa perlu “kembali memperhatikan cara melukis yang mendasar”. Renoir mempelajari kembali lukisan-lukisan Rubens dan karya seniman Venesia. Georges Seurat, Paul Cezanne, Vincent van Gogh, dan Paul Gauguin, adalah pelukis muda yang mengikuti langkah Renoir. Mereka mempelajari kembali secara lebih teratur tentang sifat ruang trimatra, nilai ungkapan pada garis, warna, dan sifat perlambangan subjek.

Dengan ditemukannya teori spektrum warna, yang menyanggah bahwa cahaya matahari hanya cahaya polos saja, hal ini memberi inspirasi kepada Signac untuk membuat teori bahwa suasana selalu dipengaruhi oleh spaktrum yang berubah-ubah. Pendapat ini mempengaruhi lahirnya cara melukis di luar kebiasaan. Cara yang biasa adalah dengan mencampur cat di atas palet sebelum disapukan di atas kanvas. Cara yang baru adalah dengan menempatkan langsung warna-warna secara berdekatan satu sama lain. Cara ini disebut divisionisme (sering dikelirukan dengan sebutan pointilisme). Pada perkembangan selanjutnya ada di antara mereka yang kemudian membawa aliran baru yang lebih sering disebut Expressionisme.

2.6 Cubisme

Cubisme digagas oleh Pablo Picasso dan George Braque. Lukisan dengan gaya ini memiliki bahasa ungkapan yang khas. Dalam menerjemahkan alam sebagai objek-tiruan- bentuk lukisan, bentuk digambarkan dalam permukaan yang datar. Kesan kedalaman benda tidak lagi mengikuti cara pandang gaya pelukisan natural. Semua objek menjadi papar dan tembus pandang. Sesuatu yang jauh diletakkan di bagian atas. Cara pandang ini seperti yang biasa digunakan oleh anak-anak, manusia prasejarah, maupun senimanseniman masa lalu ketika menggambarkan sesuatu (Mesir,Cina, Persia, Eropa sebelum Renaissance, dan masih ba-nyak lagi). Wujud benda yang digambarkan mengacu rupa kubus.

Pada awal pencariannya, pelukis kubis menganggap Paul Cezanne sebagai peneratas jalan bagi aliran ini. Cezanne menyederhanakan bentuk-bentuk, mengalihkan kepada garis-garis tegas untuk memberikan dasar kepada objek lukisannya. Rupa manusia merupakan objek yang paling banyak ditiru dalam lukisan-lukisan kubis. Cara pelukisan raut manusia sangat beragam. Dalam menggambarkan objek pelukis bergerak mengelilinginya, bahkan “menembusnya”. Pemalihan bangun dilakukan untuk mendapatkan kesan banyangan, pengabstraksian, atau sekadar menonjolkan citra barik: kelembutan (softness), kesejukan (coldness), kekasapan (roughness), atau ketenangan (restfulness).

2.7 Futurisme, Daddaisme, Surrealisme, Abstract, Optic Art (Op Art), dan Pop Art

Futurisme adalah aliran senirupa yang dibangun di luar Perancis, yaitu di Italia. Tokohnya Filippo Tornasso Marinetti. Aliran ini pada dasarnya mendobrak paham kubis yang dianggap statis dalam soal komposisi, garis, dan warna. Aliran Dada merupakan gerakan nihilis, anti seni, anti perasaan, dan cenderung menampakkan kekasaran dan kekerasan.

Surrealisme, aliran yang pada awalnya merupakan gerakan gdalam sastra: appolinaire. Dalam kreativitas seninya, kaum surrealist membebaskan diri dari kontrol kesadaran, sebebas orang yang sedang bermimpi.

Abstractionisme, lebih dikenal dengan Abstract (Abstrak) saja, merupakan gambaran perkembangan berpikir yang melepaskan diri dari wujud-wujud alam nyata. Aliran-aliran sebelumnya masih berpegang pada objek tertentu yang figuratif, yang bisa diindera. Pada aliran Abstrak, bentuk objek dikembalikan pada unsur-unsur bentuk yang paling mendasar: warna sebagai warna, garis sebagai garis, atau bidang sebagai bidang. Dalam perkembangannya, muncul Abstrak Impressionis, Abstrak Ekspressionis, dan Abstrak Geometris.

Optic Art (Op Art) dan Pop Art adalah dua di antara aliran-aliran yang muncul sejalan pikiran modern kekinian. Mereka memutarbalikkan aturan yang telah mapan sebelumnya. Op Art mi-salnya, mengulang-ulang bentuk yang pada teori seni rupa sebelumnya dianggap sesuatu yang tabu. Pop Art pun demikian, para pelukis yang menggunakan pola pikir Pop Art, mereka mendaurulang karya orang lain untuk disusun dalam suatu gubahan baru yang menarik. Misalnya meniru bentuk-bentuk yang ada dalam buku komik terkenal, menyusun foto seniman terkenal yang ditata secara berulang mengikuti pola seni hias.

 

3. SUBJEKTIVISME DALAM SENI RUPA MODERN:

     Kupasan Tentang Lukisan Cubism

     Oleh Jajang Suryana

Estetika Barat konvensional lahir pada abad XVIII. Konsep estetika tersebut terutama muncul dalam tesis filsuf dan penulis Jerman seperti Baumgarten, Kant, dan Schiller. Alexander Baumgarten (1714 - 1762) menemukan nama aesthetics dari bahasa Yunani, aisthesis, yang bermakna sense perception, cerapan rasa. Istilah tersebut, oleh filsuf masa lalu, dinyatakan sebagai teori keindahan atau filsafat citarasa. Baumgarten memilih kata aisthesis untuk menegaskan bahwa pengalaman seni adalah alat pengetahuan.

Ada dua sifat pendekatan estetika: estetika filosofis dan estetika saintifis. Estetika filosofis memiliki gugus tugas analisis “kebenaran” konsep, pernyataan seni. Estetika saintifis --estetika ilmiah ini disebut juga sebagai estetika psikologis, karena menggunakan perangkat teori psikologi-- meliputi pertanyaan-pertanyaan keilmuan yang bisa dijawab melalui metode empiris.

ESTETIKA FILOSOFIS

Estetika filosofis disebut juga metacriticism. Ia, seperti disebut oleh para ahli filsafat, berisi analisis atau kupasan tentang pengertian-pengertian yang mereka gunakan ketika membuat pertanyaan-pertanyaan ihwal seni. Ia tidak bertalian dengan penggubahan karya seni, tetapi dengan pertanyaan-pertanyaan maknawi, seperti “keindahan”, “simbolis”, “representatif”, “baik”, “sahih”, dan lain-lain, ketika kata tersebut diterapkan dalam bahasan seni.

Beberapa teori estetis yang dikelompokkan ke dalam estetika filosofis adalah sebagai berikut. Attitude Theory (teori sikap) dipelopori oleh Edward Bullough. Teori Bullough menyangkut konsep psychical distance (jarak psikis) yang menunjuk keadaan psikologis khusus, yaitu berkaitan dengan kegiatan yang disebut dengan istilah cerapan tak memihak (disinterested perception). Keindahan sebuah objek adalah hasil pikiran penikmat, penonton, karena semua objek adalah objek estetis. Nilai sesuatu sangat tergantung kepada sikap subjek, penikmat.

Teori estetis yang lain adalah evaluative theories. Beberapa teori penilaian (evaluative theory) ini di antaranya:

1. Intuitionism: teori ini menegaskan bahwa penilaian sesuatu itu indah, baik, buruk, menunjuk kepada sesuatu yang bernilai non-empiris, hanya bisa dinilai secara intuitif. Teori keindahan milik Plato merupakan versi awal intuitionism ini.

2. Subjectivism: agark berbeda dengan intuitionism. Penilaian indah, baik, atau buruk itu me-nunjuk bahwa bila sesuatu dinilai indah, sesuatu itu, paling tidak, menyenangkan pencerapan; baik bisa berarti “saya menyukainya”; dan buruk mungkin bermakna “saya tidak menyetujuinya”, dan sebagainya.

3. Emotivism: sebuah pandangan yang mengandung penilaian bahwa indah, baik, atau buruk itu hanya menunjuk pada perasaan pengguna kata tersebut. Keindaha misalnya, ada dalam mata pelihat. Konsep ini hampir sama dengan teori Bullough.

4. Instrumentalism: dalam teori ini pendefinisian istilah penilaian yang digunakan dalam meng-ukur keindahan sangat dihindari. Kerja seni yang baik, dalam pandangan paham ini, adalah ibarat membuat suatu pengalaman estetis yang berharga bagi penikmat. Berolah seni adalah kegiatan mimesis (meniru). Tesis ini adalah buah pikir Plato. Peniruan, menurut Plato, bukanlah meniru sesuatu yang kasat mata, melainkan sesuatu yang ada di balik dunia nyata. Bentuk-bentuk hasil tiruan alam nyata oleh Plato ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah, hanya sekadar techne.

Selain teori “seni adalah peniruan”, Plato juga mengembangkan teori lain, juga banyak diikuti oleh filsuf lain, yaitu “seni adalah ekspresi”, “seni adalah hasrat pemenuhan”, dan “seni adalah bermain”. Seperti Plato, Aristoteles menyimpulkan bahwa seni adalah proses produksi yang menggunakan peniruan sebagai pokok bahasa utama. Ia mengembangkan teori chatarsis sebagai tandingan terhadap apa yang disalahmengertikan oleh Plato tentang pengaruh seni terhadap penonton. Teori Plato maupun Aristotle merupakan dua kubu teori yang berpengaruh pada classical aesthetics, teori yang berkembang pada masa klasik.

Dikuasai oleh paham pragmatis, John Dewey, seorang filsuf Amerika, mempertahankan pendapatnya bahwa seni adalah bagian dari kehidupan yang biasa. Salahlah memisahkan seni dari kehidupan.Tema penting lainnya yang dikemukakan oleh Dewey adalah masalah instrumentalisme: Pengetahuan dan objek cerapan pada dasarnya sebagai instrumen dalam kehidupan dan pengalaman hubungan organis dengan lingkungan.

ESTETIKA ILMIAH

Estetika ilmiah (scientific aesthetics) meliputi pertanyaan ilmiah yang bisa dijawab melalui kegiatan empiris, menggunakan perangkat percobaan psikologi. Oleh karen itu, estetika ilmiah biasa juga disebut estetika psikologis. Dikenal empat golongan pendekatan dalam estetika ilmiah: psikologi eksperimen, psikologi introspektif, psikologi gestalt, dan psikoanalisa.

Gustav Fechner dianggap sebagai penggagas estetika eksperimental, yang mencoba meme-cahkan persoalan-persoalan estetika melalui metode laboratoris. Eksperimen Fechner meliputi: penemuan tentang pilihan warna-warna, bentuk, suara, dan sejenisnya, serta menetapkan komposisi, dan percobaan tentang persoalan warna.

SUBJEKTIVISME DALAM LUKISAN CUBISM

Lukisan bergaya cubism memiliki bahasa ungkapan yang khas. Dalam menerjemahkan alam sebagai objek-tiruan untuk lukisan, bentuk digambarkan dalam kesan datar (flat). Kesan kedalaman benda tidak lagi mengikuti cara pandang gaya pelukisan natural. Sesuatu yang jauh diletakkan di bagian atas bidang gambar. Pola sederhana ini telah lama menjadi cara ungkap milik hampir semua manusia, baik manusia purba, tradisi, maupun anak-anak.

Penggagas gaya pelukisan cubism adalah Pablo Picasso dan Georges Braque. Pada awal pencariannya dalam wilayah olah gaya baru ini, mereka tidak mendapat dukungan dari seniman-seniman lain pada masanya.

Sesuai dengan latar belakang cara pandang para Cubist terhadap alam yang subjektif, mereka membuat jarak dengan rupa nyata. Faktor subjektif ini sangat menonjol, sehingga kebebasan dalam menggubah bentuk yang mereka miliki tidak membatasi keinginan mereka dalam mengembalikan rupa contohan ke dalam bentuk dasar geometris, silindris, yang merupakan proses berpikir abstrak.

Para pelukis modern, pada kenyataannya lebih tertarik dengan kenyataan-dalam. Mereka menggambarkan tiruan bangun alam secara penggayaan (stilir), pemiuhan (deformasi), peniskalaan samar (abstraktif), bahkan peniskalaan (abstrak).

Seniman modern, begitu juga umumnya manusia modern, memiliki sifat yang individualis. Produk kesenian yang dihargai adalah produk yang secara pasti menunjukkan ciri khas individu, bukan yang mencirikan kolektivitas. Oleh karena itu, senimanmodern terus-menerus mencari bentuk tampilan karya yang berciri pribadi. Untuk menunjukkan ciri pribadi, seniman modern membangun suatu tata autran, konsep berkarya untuk melahirkan karya yang berbeda dari karya yang lain.

PENGELOMPOKAN ALIRAN SENI RUPA MODERN

Aliran-aliran seni rupa modern terbagi atas empat kelompok, seperti berikut.

1. Kelompok Realisme, Naturalisme, dan Impressionisme

Seniman-seniman yang termasuk ke dalam kelompok aliran ini, meminjam konsep hasil kajian Jung, dalam kegiatan berkarya mengutamakan unsur pikir. Peniruan terhadap alam mereka lakukan dalam peniruan dunia-luar. Mereka mencontoh alam secara nyata. Kenyataan yang mereka tangkap dalam kanvas adalah kenyataan yang tidak memerlukan penafsiran penikmat. Para realist mengangkat kenyataan kejadian; para naturalist meniru kenyataan alam; dan para impressionist --dimasukkan ke dalam kelompok ini-- (karena) mereka melukis dengan berusaha menangkap kenyataan cahaya. Dunia-luar objek adalah kondisi nyata yang secara visual tidak memerlukan penafsiran tertentu.

2. Kelompok Surrealisme dan Futurisme

Kelompok seniman ini, menurut Jung, lebeih dipengaruhi perasaan dalam mengolah objek karyanya. Keinginan melebih-lebihkan penggambaran sesuatu menjadi ciri tampilan karya mereka. Mereka menunjukkan perhatian terhadap nilai-nilai spiritual dalam menanggapi dunia luar alam.

Imajinasi yang menguasai seniman kelompok ini bisa berupa imajinasi figuratif maupun nonfiguratif. Seniman yang memiliki sikap extravert, harus bersetuju dengan kenyataan dalam usaha menampilkan materi untuk memenuhi tuntutan imajinasinya. Mereka menyalurkan ciri pribadinya ke dalam objek, sehingga objek yang ditampilkan bisa mewakili ciri dirinya. Tetapi yang introvert, mereka lebih mementingkan otomatisasi perasaan yang dikuasai oleh alam bawah sadarnya.

3. Kelompok Fauvisme dan Expressionisme

Peranan sensasi sangat kuat dalam konsep kegiatan kelompok ini. Seniman-seniman yang menganut gaya berkarya kelompok ini banyak menampilkan unsur kejutan-kejutan, ekspresi yang mengalir deras. Karya mereka menampilkan kerinduan terhadap sensasi rasa perseorangan senimannya.

Kegiatan berkarya seniman-seniman kelompok ini dilatari oleh sikap objektif dan subjektif. Sensasi yang memotori sikap mereka, pada kelompok yang dikuasai sikap extravert, sangat dibatasi keadaan objek. Objek sebagai hasil pengalaman penginderaan, ditampilkan dengan titik berat pada tujuan sensasi. Kelompok yang bersikap introvert, lebih dikenal dengan sebutan haptic. Tipe ini, tentu saja, lebih banyak berupa sifat bawaan.

4. Kelompok Cubisme. Constructivisme, dan Functionalisme

Konsep berpikir seniman pada kelompok ini, menurut Jung, sangat dipengaruhi intuisi. Intuisi menjadi titik pusat perhatian mereka. Mereka menunjukkan keasyikan mengolah bentuk-bentuk objek yang mujarad (abstrak).

Kelompok ini bisa dikatakan cenderung menampilkan sikap introvert. Intuisi mereka, meskipun menjadi penggerak utama cara pikir mereka, tidak langsung berhubungan dengan bentuk eksternal di luar ekspresi. Di antara mereka ada juga yang bisa disebut sebagai kelompok yang bersikap extravert. Hal itu bisa dilihat dalam karya mereka yang berbentuk bangunan fungsional dan dalam sejumlah karya seni terap.

Seni rupa modern pada dasarnya adalah gambaran pola berpikir masyarakat modern. Tetapi, secara nyata, tidak semua masyarakat modern mendukung keberadaan model tampilan karya seni rupa tersebut. Hanya sebagian kecil masyarakat saja, yaitu masyarakat tertentu, yang bisa menerima kehadirannya. Banyak isu dan konsep berpikir yang melatarbelakangi kehadiran jenis-jenis karya seni rupa modern, yang tidak mudah bahkan tidak bisa dicerna oleh masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, seniman modern dan karyanya, kerap menjadi bahan perdebatan. Menurut para ahli, jarak yang muncul antara karya seni rupa modern dengan masyarakat dise-babkan karena kesenjangan cara berpikir. Apa yang dikerjakan oleh senimanseniman modern yang mengusung segala keinginbebasannya, lebih banyak tercerabut dari pola pikir masyara-kat umumnya. Pencarian yang terus-menerus, kebaruan, dan keunikan merupakan tiga hal yang kerap dijadikan patokan berkarya oleh para seniman modern.

Komentar

Postingan populer dari blog ini